Rieke Diah Pitaloka, Gemar Menulis
Dari panggung teater, Rieke lalu merambah ke layar lebar. Debutnya dimulai saat menjadi salah satu aktris pendukung dalam film garapan Sutradara, Produser Nia Dinata, Berbagi Suami. Di film itu, ia berperan sebagai Dwi, seorang perempuan yang rela dipoligami.
Setelah itu, Rieke kembali berakting dalam film antologi karya empat sutradara perempuan berjudul Lotus Requiem, yang kemudian judulnya diubah menjadi Perempuan Punya Cerita. Film tersebut menampilkan kisah empat perempuan, yakni Sumantri (Rieke Diah Pitaloka), Safina (diperankan Kirana Larasati), Esi (Shanty), dan Laksmi (Susan Bachtiar).
Pada Desember 2001, ia mempublikasikan kumpulan puisi-puisinya dalam sebuah buku berjudul Renungan Kloset untuk pertama kali. Dua tahun kemudian, April 2003, Rieke meluncurkan 'sekuel' buku kumpulan puisi Renungan Kloset yang diberi tajuk Dari Cengkeh sampai Utrecht. Selanjutnya, Rieke kembali meluncurkan karyanya, masih berbentuk kumpulan puisi yang kali ini diberi judul UPS! pada Desember 2005. Selain rajin menelurkan karya tulisnya dalam bentuk buku, ia juga mendirikan Yayasan Pitaloka, sebuah yayasan yang bergerak di bidang sastra dan sosial kemasyarakatan.
Rieke Diah pitaloka, Masuk Panggung Politik
Sukses di dunia seni peran, Rieke mulai merambah dunia politik. Ketertarikan Rieke pada politik tak main-main atau hanya sekadar latah mengekor jejak rekan seprofesinya yang lebih dulu berkecimpung sebagai politikus.
Dalam sebuah kesempatan di pertengahan tahun 2007, ia menceritakan awal partisipasinya dalam kancah perpolitikan Tanah Air. "Awalnya, saya gregetan dengan hukum Indonesia yang berjalan tidak sesuai koridor. Saya juga sedih karena ada stigma bahwa di dunia politik artis cuma digunakan sebagai pajangan, hanya disuruh nyanyi, menghibur, jadi MC-nya saja. Tanpa ditanya apa punya gagasan atau diajak rapat. Saya miris melihatnya," tutur Rieke.
Terlebih lagi diakuinya, dunia politik bukanlah hal yang baru sebab pengagum Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama
Bung Karno ini telah mempelajari seluk beluk ilmu politik sejak tahun 1995. Pada saat terjadi pergolakan yang dimotori mahasiswa yang berujung runtuhnya rezim Presiden Republik Indonesia Kedua, Soeharto.
Orde Baru, Rieke pun ikut ambil bagian. Saat itu Rieke masih berstatus mahasiswa dan tergabung dalam Gerakan Mahasiswa UI Aliansi Pro Demokrasi Anti Militerisme. Oleh karena itu, ia membantah jika ada sebagian kalangan yang mencapnya sebagai politikus instan. "Saya nggak buta-buta banget soal politik," tegasnya.
Rieke mengaku, selama aktif dalam bidang politik, ia sering mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan lantaran terlalu vokal menyuarakan aspirasi rakyat. Ancaman pun kerap ia dapatkan dari oknum-oknum yang berseberangan pemikiran dengannya. Tapi hal itu tidak pernah menyurutkan semangatnya untuk terus menyuarakan aspirasi rakyat.
Keseriusan dan komitmennya dibuktikan dengan berbagai jabatan yang pernah diamanatkan padanya. Rieke pernah menjabat sebagai wakil sekretaris jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB. Belakangan ia mengundurkan diri dari partai berbasis massa Islam tersebut untuk kemudian bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Partai berlogo banteng itulah yang kemudian mendukung pencalonannya sebagai caleg pada Pileg tahun 2009. Berbekal popularitasnya sebagai selebriti, Rieke yang mewakili Daerah Pemilihan Jawa Barat II berhasil melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR periode 2009-2014 dan kembali lagi terpilih untuk periode 2014-2019.
Rieke merupakan salah satu anggota dari Komisi IX. Bidang yang sangat Ia perhatikan adalah bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Ia merupakan salah satu anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
No comments:
Post a Comment