Susi Pudjiastuti, demikian namanya. Wanita kelahiran Pangandaran, Jawa Barat 15 Januari 1965 ini bermetamorfosa dari gadis kampung berijazah SMP menjadi pengusaha perikanan, penerbangan, dan menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Gayanya yang nyentrik, ceplas ceplos, hobi merajah tato di tubuhnya, kebiasaan merokok, serta hanya lulusan SMP membuat Susi paling banyak menyita perhatian publik di antara 34 orang Kabinet Kerja yang dipercaya Presiden Joko Widodo. Ada yang mencela dan tak sedikit yang memuji. Berikut kisahnya.
Susi Pudjiastuti, Putus Sekolah Dagang Ikan
Susi Pudjiastuti, adalah anak pertama dari empat bersaudara, dan satu-satunya anak perempuan dari pasangan H Ahmad Karlan (alm) dan Hj Suwuh Lasmina (almh). Ayah dan ibunya berasal dari Jawa Tengah yang sudah lima generasi lahir dan hidup di Pangandaran. Kakek buyutnya, H. Ireng, adalah saudagar sapid an kerbau, yang membawa ratusan ternak dari Jawa Tengah untuk diperdagangkan di Jawa Barat.
Keluarga Susi termasuk tuan tanah. Mereka memanfaatkna lahan yang dimilikinya menjadi kolam ikan dan kebun kelapa. Ayah Susi juga mengusahakan beberapa buah perahuuntuk para nelayan mencari ikan dengan system bagi hasil.
Di tengah keluarga berkecukupan itulah Susi tumbuh dan berkembang. Namun, sepertinya ia tidak mau bersandar dengan kekayaan keluarganya. Susi tumbuh menjadi anak yang mandiri. Ia tak mau menunjukan kepada orang, jika hidup dari kalangan orang berada. Sejak kecil, Susi tak gengsi untuk menjual ikan. Ia juga termasuk pintar karena sejak SMP sudah bisa menguasai Bahasa Inggris.
Susi menamatkan pendidikan di SD Negeri 8 Pangadaran (19972-1977) dan SMP Negeri 1 Pangandaran (1978-1980). Ia kemudian melanjutkan ke SMA Negeri Yogyakarta, namun tak sampai selesai. Kelas dua SMA, dia berhenti dari sekolah pada tahun 1982.
Latar belakang Susi memutuskan berhenti sekolah, ketika ia jatuh dari tangga dan kepalanya terbentur tembok yang membuatnya terbaring beberapa hari. Sakit berkepanjangan membuat orangtuanya meminta Susi balik ke Pangandaran, Susi kemudian memutuskan untuk tidak lagi kembali ke Yogyakarta untuk sekolah. Alasannya sederhana. Ia merasa sekolah tak cocok baginya. “Apa karena terbentur itu ya. Pikiran saya jadi anaeh begitu?” kata Susi.
Susi Pudjiatuti, Miliki Perusahaan Perikanan dan Penerbangan
Setelah putus sekolah, Susi memilih hidup mandiri dengan berdagang ikan. Ia mulai berjualan ikan berawal menggunakan bakul dengan berkeliling kampung. Dalam perjalanan usahanya, Susi juga sempat berjualan Bed Cover dan Sarang wallet.
Haji Karlan, almahrum ayahnya sempat ingin memberikan uang sebagai modal Susi untuk meningkatkan usaha jual beli ikan kelilingnya, namun Susi menolak. Ia memilih menjual perhiasan yang dimilikinya untuk meningkatkan usaha.
Dengan kesigapan dan ketekunannya, dalam tempo setahun Susi bisa menguasai pasar Pangandaran. Dan bahkan Cilacap, Jawa Tengah. Kesegaran produk menjadi kunci sukses bisnis Susi. Agar hasil laut tangkapan nelayan bisa dalam keadaan segar, Susi menyewa mobil truk. Berawal dari sewa, akhirnya ia membeli truk dengan system alat pendingin untuk mengangkut ikan dan udang ke konsumen.
Ia tak pernah lelah berinovasi. Susi yang ingin terus maju berpikir keras agar usahanya bertambah maju. Suatu ketika, saat mengantar ikan dan udang ke Jakarta, Susi melihat di Jakarta, kodok memiliki peluang bisnis yang bagu. Seakan tak menyiakan kesempatan, dalam perjalannanya dari Pangandaran ke Jakarta, Susi mampir ke sentra-sentra kodok dan membawanya ke pasar Jakarta. Dengan terobosan itu, bisnis Susi semakin berkkembang.
Tahun 1993, Susi mendirikan pabrik pembekuan ikan dan udang dengan merek "Susi Brand". Awal era reformasi, Susi benar-benar mendapat berkah. Usaha ekspor ikan dan udangnya makin berkibar. Ekspor ikannya dibayar dengan dolar.
Tahun 2003 Susi membeli sebuah pesawat terbang Cessna jenis Caravan untuk membawa udang lobster dari Pangandaran ke Cengkareng. Dengan pesawat yang sama, Susi berburu udang lobster ke berbagai pantai.
Keberadaan Bandara Nusawiru yang saat itu belum berfungsi sebagaimana adanya sangat mendukung usaha Susi mengembangkan usaha ekspor ikannya. Susi menjadi nelayan pertama di Indonesia yang mempunyai pesawat terbang.
Untuk mendapat ikan dan lobster, Susi sampai terbang ke Simeuleu, Aceh dan Pulau Yakihimo di Papua. Pabrik pembekuan ikan milik Susi terus berkembang, ratusan warga sekitar direkrutnya jadi pekerja pabrik.
Tsunami besar yang melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 menjadi titik perubahan kehidupan bisnis yang dilakoni Susi. Pesawat terbang Susi merupakan pesawat terbang pertama yang mendarat di Simeuleu, hanya dua hari setelah tsunami yang menewaskan ratusan ribu nyawa tersebut.
Pesawat Susi tak hanya membawa bantuan kemanusian, obat-obatan tetapi juga jurnalis dari luar negeri termasuk CNN. Selama kondisi darurat bencana di Aceh waktu itu, pesawat Susi dicerter banyak pihak terutama pihak luar negeri untuk mendistribusikan bantuan.
Sejak itu pesawat terbang Susi terus bertambah. Kini Susi dengan Susi Air tidak hanya memiliki 41 pesawat berbagai jenis, tetapi juga menjalani sekitar 250 (75 persen) rute penerbangan pesawat perintis di tanah air mulai dari Sumatera hingga Papua. Susi selanjutnya bahkan membuka sekolah pilot.
No comments:
Post a Comment