Tuesday, 19 November 2013

Perginya Sang Kyai Muda

Perginya Sang Kyai Muda

Gema takbir menjadi doa ditasbihkan ribuan umat, ketika mengatarkan Ustad Jefri ke balik makam. Entah dari mana datangnya. Kala itu Mesjid Istiqlal, Jakarta Pusat, dipadati ribuan orang bergamis putih untuk berdoa dan mensholatkan Kyai muda ini. Ya, ustad Jefry Al Buchory (Uje) menghembuskan nafas terakhir diusia 40 tahun dalam sebuah kecelakaan tunggal saat mengendarai motor di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, 26 April 2013 dini hari sekitar pukul 2.00 Wib. Pipit sang istri sangat terpukul jiwanya, tak ada tanda – tanda yang mengingatkan dirinya ketika kekasih hati abadinya ini akan pergi selamanya kepangkuan Ilahhi Rabbi. 

Air Mata Pipik

Air mata Pipik Dian Irawati tak henti mengalir disaat mendapat kabar duka sang suami telah tiada. Bahkan hingga mengantar Jenazah ke liang lahat, Pipik masih tak percaya jika Uje sudah dipanggil Yang Maha Kuasa. Peci putih kesayangan suami terus digenggam, berkali-kali Pipik menangis mencium foto suaminya. Pukulan berat ditinggal wafat suami, membuat Pipik terkulai lemah di pusara suaminya. Saat tanah kuburan sempurna menutupi jenazah, Pipik yang tak kuasa menahan pedih, ia pun pingsan.“Aku percaya Abi (panggilan sayang Pipik kepada Uje-red) hanya pingsan, belum meninggal,” kata Pipik.

Terus berada dalam kesedihan membuat kondisi badannya lemah. Terlebih ia juga ikut mengurusi berbagai kegiatan tahlilan selepas Uje meninggal. Kondisi itu, membuat Pipik sempat jatuh sakit.  Selang berapa lama, Pipik pun mulai tegar dan mengikhlaskan kepergian sang suami. Namun kenangan indah bersama suami semasa hidup, tak dipungkirinya membuat buliran air mata tanpa terasa membasahi pipi. 

Apalagi, disaat Ramadan menjelang. Ia harus menerima kenyataan menjalani ibadah puasa untuk pertama kali tanpa kehadiran suami di sisi. “Kangen buka puasa dan sahur bersama, kangen juga suara ngajinya beliau (Uje). Beliau kan yang jadi imam. Suaranya lah yang bikin kangen,” ucapnya.

Seakan ingin menghibur istri yang tengah dirundung duka, Pipik bercerita jika ia sering dihibur mendiang suami di alam mimpi.  “Beliau senyum dan terlihat senang. Mimpi jalan-jalan sama anak-anak, romantis banget. Aku sampai tidak mau terbangun dalam tidurku,” kata Pipik.











Pipik  Tak Mau Menikah Lagi


Sepeninggal suami, Pipik mengaku tidak ingin melepas status janda dalam dirinya. Ia memilih setia sampai akhirnya ajal juga menjemputnya. Yang terlintas dalam benaknya  adalah bagaimana mengabdi kepada Allah SWT dan membesarkan anak-anaknya.

“Karena saya dipisahkan dengan kematian, jadi insya Allah saya jadi yang terakhir buat almarhum. Saat ini saya kepengin mengabdi sama Allah dan anak-anak saja. Itu saja buat saya cukup,” ungkapnya.

Bukti pendiriannya yang kuat sempat diuji saat menjalani masa Iddah, Pipik memilih tak keluar rumah, bahkan berbagai tawaran main film, sinetron dan mengisi talk show di berbagai stasiun televisi ditolaknya. Ia ke luar rumah, itu pun karena kondisi yang mendesak disaat dirinya terserang typus yang harus membuatnya menjalani perawatan selama beberapa hari di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta. “Memang  sempat down, setelah kepergian beliau (Uje), down sekali. Makin ke sini, hati ini terus ditempa. Sebuah besi yang mau jadi pisau, memang harus dibakar, ditempa sampai akhirnya jadi benda yang bermanfaat. Itulah aku," katanya.

Pipik Mulai Berdakwah

Selesai menjalani masa iddah selama empat bulan, Pipik mulai merajut hidupnya dengan menjalani aktivitas di luar rumah. Berbekal ilmu agama yang dimiliki, Pipik berniat meneruskan perjuangan almahrum Uje  untuk mensyiarkan agama Islam.Pilihannya sudah mantap. Bahkan, berbagai tawaran bermain untuk sinetron maupun film ditolaknya. “Banyak sekali (tawaran sinetron dan film), cuma saya nggak mau,Saya maunya syiar aja,” kata Pipik.

Pipik mengaku sudah banyak tawaran untuk mengisi siraman rohani di berbagai tempat di Jakarta maupun di luar ibukota. Meski akan disibukan dengan kegiatannya mengisi tausyiah di berbagai majlis taklim, Pipik yang kini menjadi tulang punggung keluarga, tetap tak melupakan kodratnya sebagai seorang ibu untuk merawat tiga anaknya,"Kalau di luar daerah saya mintanya Sabtu dan Minggu saja, sekalian ajak anak-anak," paparnya.

Konflik Keluarga

Sepeninggal Uje, hubungan Pipik dengan Umi Tatu Mulyana, ibu mertuanya  terlihat tidak harmonis. Silang pendapat pembuatan film hingga pemugaran kuburan seolah menyiratkan adanya konflik di antara mereka.

Konflik itu semakin terlihat jelas disaat Umi Tatu memugar makam Uje dengan marmer dan beton setinggi paha orang dewasa tanpa sepengetahuan Pipik,“Jujur saya tidak suka dengan sesuatu yang berlebihan, Allah juga tidak suka sesuatu yang berlebihan, rasul juga tidak suka. Kalau dipandang juga tidak enak dengan makam di sekitarnya,” kata Pipik.

Namun Pipik pasrah. Ia tak mau konflik itu semakin membesar yang mengakibatkan perpecahan dalam keluarganya. Akhirnya,Pipik menyerahkan segala keputusan mengenai makam suaminya itu kepada sang ibu mertua.  “Aku tidak pernah melarang, terserah mereka saja,” kata  Pipik.

Seolah mendapat jawaban atas persoalan tersebut, pihak Pemda DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Pertamanan dan Pemakaman  melayangkan surat teguran jika makam yang sudah dipugar itu dinilai menyalahi aturan Perda Nomor 3 tahun 2007 tentang pemakaman.

No comments:

Post a Comment