Monday 18 November 2013

Bidadari Surgaku……



Hatimu tempat berlindungku
Dari kejatahan syahwatku
Tuhanku merestui itu
Dijadikan engkau istriku
Engkaulah…… Bidadari surgaku
Rabbana Hablan Min Azwajina
Wa Zurriyatina Qurrata A’ayun
Wajaalna Lill Mutagina
Immama…….
Immama……
Immama….
Bidadari Surgaku……



 Sosok perempuan  setia yang  menemani almahrum Uje dalam suka maupun duka semasa hidup. Dalam kondisi apapun mereka tetap bersama. Kesetiaan adalah kemurnian cinta mereka.  Mengsyukuri segala nikmat yang datang dan pergi, hanya dia yang mampu memahami. Perempuan itu  adalah Pipik Dian Irawati, seorang model gadis sampul sebuah majalah remaja tahun 1995, asal Semarang. Menjadi mendamping setia Ustad Jefri hingga penutup waktu. Pipik bagaikan bidadari yang turun dari surga.  Bagaimana romansa Uje dengan Pipik, yuk kita simak.

Cuek Saat Pacaran
Pipik bertemu Uje pertama kali saat makan nasi goreng di kawasan Menteng , Jakarta Pusat saat diajak Gugun Gondrong, temannya. Ia menerka-nerka saat pertemuan itu berkisar antara tahun 1996-1997. “Rambutnya (Uje) gondrong. Waktu itu, aku bersama Gugun Gondrong. Setahuku, Abi (panggilan Pipik kepada Uje-red) adalah pemain sinetron Kerinduan, karena aku mengikuti ceritanya. Aku ingin berkenalan dengannya, tapi Gugun melarangku,” kata Pipik mengenang.

Dasar jodoh, tak lama waktu berselang Tuhan kembali menemukan dirinya dengan Uje. Pertemuan kedua tak disia-siakan Pipik. Singkat cerita mereka pun menjadi dekat. “Tak tahunya, waktu buka puasa bersama di rumah Pontjo Sutowo, aku bertemu lagi dengannya. Rambutnya sudah dipotong pendek. Aku nekat berkenalan. Kami mulai dekat dan saling menelepon,” kata Pipik.

Pipik bercerita tak ingat resmi pacaran, karena mereka nggak pernah mengungkapkan kata “jadian”. “Dia tak pernah menyatakan cinta. Waktu jalan berdua, dia cuek setengah mati,” kata Pipik .
Pipik hanya teringat disaat perjuangan suaminya kala mendekatinya. “Awalnya, semangatnya boleh juga. Pertama kami pergi bareng, dia datang ke rumah di Kebon Jeruk, di tengah hujan deras dari rumahnya di Mangga Dua. Abi naik taksi dengan memakai jins dan sepatu bot. Ia yang hanya bawa uang Rp 50 ribu, mengajakku nonton di Mal Taman Anggrek. Di dalam bioskop, kami seperti nonton sendiri-sendiri. Dia diam saja selama nonton. Sejak itu, kami sering jalan bareng, karena kami memang hobi nonton dan makan. Semakin dekat dengannya,”  paparnya.
Semakin dekat dengan Uje, ia pun mulai mengtahui kebiasaan buruk Uje yang suka mengkonsumsi narkoba. Namun, Pipik tak mau meninggalkan Uje karena suatu alasan. “Aku makin tahu ternyata dia pemakai narkoba kelas berat. Teman-temanku mulai bertanya, mengapa aku mau berpacaran dengannya. Aku sendiri tak tahu persis alasannya. Mungkin rasa sayang yang sudah terlanjur muncul dalam hati yang membuatku mau bertahan. Hatiku terenyuh dan tak mau meninggalkan dia sendiri,” ucapnya.

Singkat cerita, hubungan Pipik dan Uje kandas di tengah jalan. Bukan karena Uje yang kerap mengkonsumsi narkoba. Tapi karena Pipik yang saat itu sibuk tur ke luar kota sebagai model. Sehingga jarang bertemu.“Akhirnya kami putus. Tapi  waktu juga akhirnya mempertemukan kami lagi, ternyata dia sudah punya pacar lagi. Karena masih sayang, aku sering membawakannya hadiah dan memberi perhatian. Setelah Abi putus dari pacarnya, kami kembali bersatu,” tutur Pipik.


Merasa cocok dan untuk menghindari maksiat, Uje yang kala itu belum memiliki pekerjaan dan masih kecanduan narkoba, nekat melamar Pipik dengan restu Umi. Pada tahun 1999, Uje dan Pipik resmi menikah di bawah tangan. Uje pun memboyong Pipik ke rumah Umi Tatu Mulyana, ibunya.
“Sekitar 4 sampai 5 bulan setelah itu, kami menikah secara resmi di Semarang,” kata Uje semasa hidup.
Saat itu, menjalani hidup berumahtangga dirasa sulit bagi Uje dan Pipik. Maklum, mereka tidak punya pekerjaan. Akhirnya berbagai pekerjaan pun dilakoni, termasuk berjualan kue. “Pernah kami mencoba berdagang kue. Malam hari kami menggoreng kacang, esok paginya bikin kue isi kacang dan susu. Lalu kami titipkan ke toko kue. Tapi mungkin rezeki kami bukan di situ. Kue yang kami buat hanya laku beberapa buah. Dalam sehari kami hanya membawa pulang Rp 200 – 300. Akhirnya kami berhenti berjualan kue. Kehidupan kami selanjutnya kami jalani dengan penuh perjuangan sekaligus kesabaran,” kata Uje.

Menikah rupanya tak cukup menghentikan kebandelanku. Istriku pun merasakan getahnya. Aku pernah memakai narkoba di depannya, dan menggunakan uangnya untuk membeli barang haram tersebut
Sementara Pipik mengamini cerita Uje.  Ia merasakan berbagai kesulitan saat baru baru membina rumahtangga. “Aku dan Abi tak jarang makan sepiring berdua, karena memang benar-benar tak ada yang bisa dimakan. Berat rasanya jadi istri dari suami penganggur, apalagi setelah menikah aku tidak lagi bekerja,“Tapi aku yakin, Allah tidak mungkin memberikan cobaan pada umat-Nya melebihi kemampuannya. Aku yakin, pasti ada sesuatu yang akan diberikan Allah padaku. Aku sendiri tak jera memberi masukan padanya untuk mengubah hidup. Kami sama-sama saling belajar menerima kelebihan dan kekurangan satu sama lain. Pelan-pelan, hidupnya mulai berubah menjadi lebih baik, terutama setelah aku hamil,” kenang Pipik.

HIDUP DI JALAN ALLAH

Seiring berjalan waktu, Uje yang lama melenceng dari ajaran agama, mulai kembali dekat dengan agama.  Keluarga yang sudah melihat Uje benar-benar tobat, memberi kesempatan Uje untuk mengisi tausiyah. Adalah Fathul Hayat, kakak kedua Uje yang memberikan jalan untuk Uje mulai berceramah. Pengalaman pertama Uje berceramah ialah mengisi khotbah Jum’at. Setelah itu, Uje pun mulai menjadi penceramah dari majlis taklim satu ke majlis taklim lainnya,“Pelan-pelan, aku kembali dekat pada agama. Perubahan besar terjadi dalam hidupku pada tahun 2000. Kala itu, Fathul Hayat, kakak keduaku memintaku menggantikannya memberi khotbah Jumat di Mangga Dua. Pada waktu bersamaan, dia diminta menjadi imam besar di Singapura. Selama dia di Singapura, semua jadwal ceramahnya diberikan padaku. Pertama kali ceramah, aku mendapat honor Rp 35 ribu. Uang dalam amplop itu kuserahkan pada Pipik. Kukatakan padanya, ini uang halal pertama yang bisa kuberikan padanya. Kami berpelukan sambil bertangisan,”kenang Pipit.

Namun tidak semudah membalikan telapak tangan. Penolakan juga sering dialami Uje ketika mengisi tausiyah. “Aku mulai berceramah dan diundang ke acara seminar narkoba di berbagai tempat. Namun, perjuanganku tak semudah membalik telapak tangan. Tak semua orang mau mendengarkan ceramahku karena aku mantan pemakai narkoba. Tapi aku mencoba sabar. Alhamdulillah, makin lama ceramahku makin bisa diterima banyak orang. Bahkan sekarang, aku banyak diundang untuk ceramah di mana-mana, termasuk di luar kota dan stasiun teve. Aku bersyukur bisa diterima semua kalangan. Aku pun ingin berdakwah untuk siapa saja. Aku ingin punya majelis taklim yang jemaahnya waria. Mereka, kan, juga punya hak untuk mendapatkan dakwah,” tutur Uje.

Kembali ke cerita cinta Ustad Jefri, perjalanan hatinya akhirnya berjalan dengan sempurna. Nama besarnya di dunia syiar menjadi begitu besar. Setiap umat merindukan suara syahdu Uje ketika berceramah. Sebagai ulama, Uje bukan hanya piawan  mengajak jama’ahnya untuk kembali ke jalan Tuhan. Suara indahnya dalam melantunkan bait –bait Alqur’an juga sangat menyentuh hati siapapun.
Begitu juga dalam menjaga kebahagian rumah tangganya. Kehidpan pribadinya jauh dari berita – berita negatife. Uje  tetap setia dengan  satu istri sebagai pendamping abadinya.  Dan,  dikarunia putra putri Adiba Khanza Az-Zahra, Mohammad Abidzar Al-Ghifari,  Ayla Azuhro, dan Attaya Bilal Rizkillah.

Cinta sejati adalah cinta yang tahan uji. Cinta sejati dipisahkan oleh kepergian yang abadi. Ustad Jefri adalah sosok manusia yang telah melewati dunia hitam dan putih. Sehingga syiarnya dilayar televisi adalalah pengalaman hidupnya  yang dia lewati. Ustad Jefri akhirnya pergi, pejamnya abadi, raga terkunci. Inilah cerita penutup nanti…


No comments:

Post a Comment